Sabtu, 15 Mei 2010

Untukmu Ayah, dari anak laki-lakimu Muhammad Fathurrahman bin Achli A Yasin


Bissmilahirohmanirrohim.

Setelah selesai SMA, aku ingin melanjutkan sekolah di IT Telkom bidang teknik informatika, semoga saja di terima disana, banyak harapan dan impian yang ingin aku wujudkan, semoga Allah SWT mau membantuku, kasian ayahku sudah banyak uang yang ia keluarkan untuk kami anak-anaknya, mulai dari membiayai sekolah kakakku yang dokter tentulah bukan hal yang mudah baginya, belum lagi kebutuhan sehari-hari kami, bahkan beberapa orang keluarga yang tinggal bersama kami pun tak lepas dari tanggungannya, nenek dan 4 keponakannya, kasihan ayah yang sudah terlihat raut kelelahan di wajahnya tak sanggup bagiku untuk meminta ini dan itu padanya karena melihat begitu besar pengorbanannya untuk kami, aku tak tega ketika mendengar orang-orang ataupun keluarga ku sendiri yang menilainya adalah orang dingin, tak gampang senyum, keras, dan “cuek” pada kami, itu semua adalah penilaian yang tidak adil, mereka tidak menilai bagaimana ayah kami memenuhi kebutuhan anak-anaknya tanpa pernah berkata “ untuk apa barang ini?”hematlah sedikit ?”, kata yang sering ia berikan pada kami ialah “nanti saja, tunggulah beberapa waktu kalau papa kejakarta” atau dengan setengah hati ia mengatakan “ iya sudah” tak tahu apakah ia menyanggupinya ataukah ia hanya menyenangkan hati kami, tak terlepas dari itu ternyata di balik jawabannya ia berpikir keras bagaimana bisa mengubah perkataan setengah hati itu menjadi sepenuh hati, ia rela walaupun pada awalnya anak-anaknya suka menjulukinya “sang pengumbar janji manis” kareana realisasi janjinya yang menurut anak-anaknya terlalu lama, namun anehnya mereka tetap menjulukinya dengan sebutan tersebut walaupun ratusan permintaan yang di mintakan pada ayah telah di penuhinya, tak pernah kami melihat bagaimana ia berusaha memenuhinya.

Pernah suatu ketika, yaitu pengumuman lulus ujian SMA yang aku ikuti, karena angka siswa yang tak lulus begitu besar yaitu sekitar 500 orang lebih dari 619 orang yang mengikuti tes, maka pengumumannya, dimintakan agar yang menerima amplop pengumuman kelulusan adalah orang tua, Ayah dengan siap pergi untuk mengambil amplop pengumuman itu di sekolah, belum sampai di ruang kelas, ada seorang guru yang menjabat tangan ayah dan mengatakan bahwa aku tak lulus ujian, tak ada kata yang keluar darinya, mencoba untuk tetap tersenyum beliau melangkahkan kakinya menuju ruangan kelas tempat orang tua wali murid berkumpul, beliau hanya diam ketika mendengar penjelasan dari dewan guru tentang kelulusan yang hanya 25% itu, ketika namaku disebut, dengan tenang ia berjalan dan mengambil amplop itu kemudian menyalami guru tersebut dan keluar dari ruangan tanpa sepatah kata pun, aku yang terlambat kesekolah tak sempat untuk bertemu dengannya, begitu sampai beberapa kali aku mencoba untuk menghubunginya namun tak tersambung, aku putuskan untuk shalat ashar terlebih dahulu, setelah shalat baru aku mencoba menghubunginya lagi, baru kali tersambung, “Assalamualaikum ayah? Ada dimana?” ayah, “sudah dirumah” aku, “ bagaimana dengan pengumumannya ?” ayah dengan penuh wibawa mengatakan “ pulanglah dulu kerumah” aku katakan” baik” segera aku pergi kerumah, setibanya dirumah ayah dan ibu sudah di ruang tamu, belum sempat berkata, ayahku pun berkata, “ lihatlah sendiri pengumumannya” aku dengan tenang mengambil amplop tersebut dari tangannya, kulihat ada tanda sobekan, ternya ayahku telah lebih dulu melihatnya, akupun dengan segera mengambil kertas yang ada di dalam, “ Belum tuntas matematika” aku hanya diam, beliaupun diam…, ada tetangga yang bertanya pada ayah apakah aku lulus atau tidak, dengan tenang dia hanya menjawab “ dia bukannya tidak lulus, tapi hanya belum tuntas dan ada kesempatan untuk memperbaikinya”, begitu bijak kata-katanya yang mampu membuat tetangga itu berlalu tanpa kata, sungguh berbeda dengan respon dari ayah teman-temanku, mereka ada yang di marahi, ada yang dikatai anak yang bodoh kenapa tidak bisa lulus, bahkan ada ayah temanku yang menelpon padaku dan memarahi anaknya dan mengatakan malu kalau anaknya tidak lulus, dalam hatiku mengatakan itu wajar seorang ayah berperasaan seperti itu, namun beda dengan ayahku, tak pernah ia mengatakan bahwa aku ini bodoh, malas, ataupun membandingkan dengan saudara yang lain yang lulus, sebenarnya aku sudah siap dengan hasil pengumumannya, yang aku khawatirkan adalah respon orang tuaku, seperti kebanyakan teman-teman lainnya, seakan kebalikannya orang tua ku yang menghawatirkan responku mendengar pengumuman yang sedikit meresahkan itu, Alhamdulillah, kejadian ini tidak berpengaruh dengan hubungan kami, ayah tetap pada sikapnya, Cuma ia lebih banyak diam pada akhir-akhir ini… aku pun tak banyak bicara..

Semoga Ujian kali ini bisa lulus, ayah selalu mendorong untuk masuk UI, ITB, Trisakti, UMJ, dan bahkan pernah di YARSI, namun ia lebih tekankan agar bisa kuliah di Jakarta, ayah tak mau aku kuliah diluar Jakarta, setelah ditanya kenapa, ia menjawab “ karena ayah sering mendapat tugas di Jakarta dan agar dapat melihat kalian” jawaban yang membuat hatiku bergetar, ayah yang selama ini kami kira dingin, cuek, acuh dengan kami, ternyata sangat perhatian. Ayah, Aku memilih untuk masuk di universitas yang tidak terlalu ternama, agar aku bisa mendapatkan beasiswa di universitas tersebut dan dapat meringankan bebanmu yang terlalu berat, semoga ini menjadi kenyataan, dan akan aku usahakan.

Jika ada orang yang bertanya siapa orang yang paling kagumi, aku akan menjawab nama Achli A Yasin, setelah Rasulullah. Aku bangga menjadi anakmu, wahai ayah, Terima kasih ya Rabb, atas seorang yang kau berikan pada kami, ternyata Allah lebih mengetahui apa yang dibutuhkan hamba-Nya..
Asyhadu Alaa ilaa haa illa Anta Subhanaka inni kuntu minadzolimin..